Tugu Nyi Ageng Serang di Kulon Progo Sejarah, Pemugaran, dan Kondisi Terkini
Tugu Nyi Ageng Serang di Kulon Progo Sejarah, Pemugaran, dan Kondisi Terkini
Nyi Ageng Serang, yang bernama asli Raden Ajeng Kustiah
Wulaningsih Retno Edi, adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang dikenal
karena perannya dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Lahir pada tahun 1762 di
Serang, sebuah daerah yang kini termasuk wilayah Kabupaten Grobogan, Jawa
Tengah, beliau merupakan putri dari Pangeran Natapraja, seorang panglima perang
di masa Sultan Hamengkubuwono I. Semangat juang dan keahlian militernya
diwarisi dari sang ayah, yang kemudian membentuknya menjadi sosok pejuang
tangguh melawan penjajahan Belanda.
Pada usia 73 tahun, meskipun sudah lanjut usia, Nyi Ageng
Serang tetap aktif memimpin pasukannya dalam Perang Diponegoro. Karena kondisi
fisiknya, beliau sering digotong menggunakan tandu saat memimpin pertempuran,
mirip dengan yang dilakukan oleh Jenderal Soedirman di masa yang lebih modern.
Keberanian dan dedikasinya dalam perjuangan ini menjadikannya salah satu tokoh
sentral dalam perlawanan terhadap kolonialisme di Jawa.
Untuk menghormati jasa dan pengorbanannya, sebuah monumen
didirikan di Simpang Lima Karangnongko, Wates, Kulon Progo. Monumen ini
menampilkan patung Nyi Ageng Serang sedang menunggang kuda dengan gagah,
memegang tombak, dan kaki kanan kuda terangkat, menggambarkan semangat juangnya
yang tak pernah padam. Patung ini tidak hanya menjadi simbol penghormatan,
tetapi juga berfungsi sebagai pengingat akan peran penting perempuan dalam
sejarah perjuangan bangsa.
Namun, seiring berjalannya waktu, monumen ini mengalami
beberapa perubahan dan tantangan. Pada tahun 2013, Pemerintah Kabupaten Kulon
Progo berencana memindahkan patung tersebut ke tengah persimpangan untuk
meningkatkan visibilitas dan menjadikannya sebagai landmark kota. Rencana ini
melibatkan pembebasan lahan dan pembangunan bundaran dengan diameter 7,5 meter,
di mana patung akan ditempatkan di tengahnya dengan tinggi total mencapai 12
meter. Selain itu, area sekitar bundaran direncanakan dilengkapi dengan taman
dan air mancur untuk mempercantik kawasan tersebut. Namun, proyek ini
menghadapi kendala perizinan dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional
(B2PJN), mengingat lokasi tersebut berada di jalan nasional yang memerlukan
persetujuan khusus untuk perubahan struktur jalan. Akibatnya, pelaksanaan
proyek ini sempat tertunda hingga izin resmi diperoleh.
Selain tantangan administratif, monumen ini juga menghadapi
permasalahan terkait apresiasi masyarakat. Wakil Bupati Kulon Progo, Drs. H.
Sutedjo, pernah mengungkapkan keprihatinannya karena masih banyak masyarakat
yang menyebut Monumen Nyi Ageng Serang sebagai "Tugu Jaran" atau
"Patung Kuda", tanpa memahami makna dan sejarah di baliknya. Hal ini
menunjukkan kurangnya pengetahuan dan penghargaan terhadap jasa para pahlawan,
khususnya Nyi Ageng Serang, di kalangan masyarakat setempat. Untuk mengatasi
hal ini, pemerintah daerah bersama berbagai pihak terkait berupaya meningkatkan
sosialisasi dan edukasi mengenai sejarah dan peran Nyi Ageng Serang dalam
perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Upaya pemugaran dan revitalisasi monumen ini terus
dilakukan. Pada tahun 2014, patung yang semula berwarna gelap diubah menjadi
warna keemasan, memberikan kesan megah dan menarik perhatian bagi siapa saja
yang melintas di kawasan tersebut. Perubahan warna ini diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberadaan monumen dan pentingnya
mengenang jasa pahlawan. Selain itu, penataan ulang area sekitar monumen,
termasuk penambahan taman dan fasilitas pendukung lainnya, dilakukan untuk menjadikan
tempat ini sebagai ruang publik yang edukatif dan rekreatif.
Saat ini, Monumen Nyi Ageng Serang berdiri kokoh sebagai
salah satu ikon Kabupaten Kulon Progo. Lokasinya yang strategis di pusat kota
Wates menjadikannya titik referensi bagi penduduk lokal maupun pendatang.
Meskipun telah mengalami berbagai perubahan dan tantangan, monumen ini tetap
menjadi simbol penghormatan terhadap perjuangan Nyi Ageng Serang dan peran
pentingnya dalam sejarah Indonesia. Pemerintah daerah bersama masyarakat terus
berupaya menjaga dan merawat monumen ini, memastikan bahwa generasi mendatang
dapat terus mengenang dan menghargai jasa para pahlawan yang telah berkorban
demi kemerdekaan bangsa.
Selain sebagai tempat bersejarah, area sekitar monumen juga
dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan masyarakat, seperti upacara peringatan
hari-hari besar nasional, kegiatan seni dan budaya, serta sebagai ruang terbuka
hijau bagi warga untuk bersantai dan berinteraksi. Dengan demikian, Monumen Nyi
Ageng Serang tidak hanya berfungsi sebagai pengingat sejarah, tetapi juga
sebagai pusat aktivitas sosial dan budaya yang memperkaya kehidupan masyarakat
Kulon Progo.
Ke depan, diharapkan kesadaran dan apresiasi masyarakat
terhadap sejarah dan jasa para pahlawan semakin meningkat. Melalui pendidikan,
sosialisasi, dan pelibatan aktif komunitas dalam merawat dan memanfaatkan
ruang-ruang bersejarah seperti Monumen Nyi Ageng Serang, nilai-nilai perjuangan
dan semangat nasionalisme dapat terus ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, warisan sejarah ini akan tetap hidup dan menjadi sumber
inspirasi bagi generasi mendatang dalam membangun bangsa yang lebih baik.
Kesimpulan

0 comments